Senin, 19 April 2010

JU’ALAH

A. Pengertian
Secara etimologi ju’alah berarti upah atau hadiah. Secara terminlogi ju’alah adalah suatu iltizam (tanggung jawab) dalam bentuk janji memberikan upah tertentu secara sukarela terhadap orang yang berhasil melakukan perbuatan atau memberikan jasa yang belum pasti dapat dilaksanakan atau dihasilakn dengan yang diharapkan.
B. Landasan hukum
a. Al-Quran
            
72. penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala Raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya". (Q.S. Yusuf: 72)

b. Al-Hadits
Dalam hadits diriwayatkan, bahwa para sahabat pernah menerima hadiah atau upah dengan cara ju’alah berupa seekor kambing karena salah seorang di antara mereka berhasil mengobati orang yang dipatuk kalajengking dengan cara membaca surat al-Fatihah. Ketika mereka menceritakan hal itu kepada rasulullah, karena takut hadiah tidak halal. Rasulullah pun tertawa seraya bersabda: “tahukah kamu sekalian, bahwa itu adalah jampi-jampi (yang positif). Terimalah hadiah itu dan beri saya sebagian. (HR. Jama’ah, mayoritas ahli hadits kecuali an-nasa’i).
C. Rukun dan Syarat Ju’alah
a. Rukun Ju’alah
1. Sighot (kalimat hendaknya mengandung arti member izin kepada yang akan bekerja)
2. Ja’il (orang yang menjanjikan upah, boleh bukan orang yang kehilangan).
3. Pekerjaan mencari barang yang hilang.
4. Upah / hadiah.
b. Syarat Ju’alah
1. Orang yang menjanjkan upah atau hadiah harus orang yang cakap untuk melakukan tindakan hukum, yaitu baligh, berakal dan cerdas.
2. Upah atau hadiah yang dijanjikan harus tediri dari sesuatu yang bernilai harta dan jelas juga jumlahnya.
3. Pekerjaan yang diharapkan hasilnya itu harus mengandung manfaat yang jelas dan boleh dimanfaatkan menurut hokum syara’.
4. Madzah syafi’I dan maliki menambahkan syarat, bahwa dalam maslah tertentu, ju’alah tidak boleh di bataasi dengan waktu tertentu , seperti mengembalikan (menemukan) orang yang hilang. Sedangkan madzhab hanbali membolehkan pemabatsan waktu.
5. Madzhab hanbali menambahkan syarat, bahwa pekerjaan yang diharpkan hasilnya itu, tidak terlalu berat, meskipun dapat dilakukan berulang kali seperti mengembalikan binatang ternak yang lepas dalam jumlah yang banyak.
6. Akad ju’alah bersifat suka rela.
D. Aplilasi ju’alah
Ju’alah biasa diaplikasikan dalam membuat pengumuman akan suatu barang yang hilang dan menginformasikan hal itu ke baliho-baliho, surat kabar, media telekomunikasi, dsb, dan akan memberikan upah bagi siapa yang menemukan barang tersebut.
Contoh.
Sipa yang dapat menemukan SIM atau KTP saya yang hilang, maka akan saya beri imbalan upah lima puluh ribu rupiah.”






E. Perbedaan ju’alah dengan Ijaroh
Ju’alah Ijaroh
Upah / hadiah yang dijanjikan hanyalah diterima oleh orang yang menyatakan sanggup mewujudkan apa yang menjadi objek pekerjaan tersebut. Orang yang melaksanakan pekerjaan tersebut berhak menerima upah sesuai dengan ukuran atau kadar prestasi yang diberikannya, meskipun pekerjaan itu belum selesai dikerjakan. Atau upahnya dapat ditentukan apakah harian, mingguan, tahunan, dsb
Terdapat unsur ghoror, karena didalamnya terdapat ketidaktegasan dari segi batas waktu penyelesaian pekerjaan atau cara dan bentuk pekerjaannya. Batas waktu penyelesaian pekerjaan atau cara kerjanya disebutkan dalam akad (perjanjian) atau harus dikerjakan sesuai dengan objek pekerjaan itu.
Tidak dibenarkan memberikan upah atau hadiah sebelum pekerjaan dilaksanakan dan mewujudkannya. Dibenarkan memberikan upah terlebih dahulu, baik keseluruhan maupun sebagian, sesuai dengan kesepakatan bersama asal saja yang member upah itu percaya.
Tindakan hokum yang dilakukan bersifat sukarela, sehingga apa-apa yang dijanjika boleh saja di batalkan, selama pekerjaan itu belum di mulai, tanpa menimbulkan akibat hokum. Tindakan hokum yang ersifat mengikat semua pihak yang melakukan perjanjian kerja. Jika pekerjaan itu dibatalkan , maka tindakan itu akan mengabibatkan hokum bagi pihak yang bersangkutan.

F. Perbedaan Ju’alah dengan Musaqqoh (perlombaan)
Ju’alah Musaqqoh
Pihak kedua jumlahnya tidak terbatas, siapapun boleh mengikutinya Pihak kedua jumlahnya terbatas
Tidak ditentukan batas waktunya Ditentukan batas waktunya
Objek usahanya pada saat berlangsung belum ada. Objek usaha pada saat berlangsung sudah ada dan jelas.

Ju’alah Musaqqoh
Pihak kedua jumlahnya tidak terbatas, siapapun boleh mengikutinya Pihak kedua jumlahnya terbatas
Tidak ditentukan batas waktunya Ditentukan batas waktunya
Objek usahanya pada saat berlangsung belum ada. Objek usaha pada saat berlangsung sudah ada dan jelas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar